Friday, December 30, 2011

Lintas Batas Bandoeng dalam gambar

Bandoeng, begitu disebut nama itu barangkali seribu orang memiliki seribu persepsi mengenai kota itu. Namun, yang pasti tidak ada yang meragukan lagi Bandung sebagai kota berbagai predikat. Mulai dari kota wisata dengan berbagai obyek wisata menarik, mulai dari wisata sejarah, wisata kuliner, wisata belanja, serta berbagai jenis wisata lain. Sebagai kota pendidikanpun, Bandung tidak kalah dengan kota Jogja yang kesohor sebagai kota pendidikan. Apabila Jogja memiliki Universitas Gadjah Mada yang monumental, maka Bandung memiliki Institut Teknologi Bandung yang kesohor. Belum lagi beberapa universitas negeri lainnya seperti Universitas Pendidikan Indonesia (dahulu IKIP Bandung) dan Universitas Islam Negeri Bandung. Belum lagi berbagai universitas kedinasan lain serta lembaga-lembaga pendidikan formal maupun informal.

Kampus Institut Teknologi Bandung dengan bangunan khasnya.



Sebagai kota wisata sejarah, banyak sekali obyek-obyek wisata sejarah. Gedung-gedung megah dari masa lalu turut membesarkan naman Bandung sebagai salah satu kota perjuangan di Republik kita tercinta ini. Gedung Merdeka di jalan Asia Afrika beserta hotel Savoy Homann paling tidak telah menjadi saksi bisu inisiatif Indonesia dalam blantika internasional.  Begitu pula Gedung Sate dengan arsitektur kolonial yang kental dimana pada jaman dahulu para pejuang Republik ini terbunuh untuk memperjuangkan  kemerdekaan RI. Di wilayah Dipatiukur, terhampar boulevard yang luas dimana ada poros Gedung Sate-Lapangan Gasibu-Monumen rakyat Jawa Barat. Nampaknya wilayah ini menjadi salah satu pusat keramaian di kota Bandung. Oh ya, monumen Rakyat Jawa Barat atau Monumen Ukur terdapat pada sisi ujung utara dari poros ini. Pada hari Minggu, lapangan Gasibu dan wilayah Boulevard depan Telkom beserta wilayah sekitar gedung sate menjadi pasar tiban rakyat dimana banyak pedagang dan pembeli melakukan transaksi.


Gedung Merdeka Bandung

Gedung Sate : Pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat
Sebagai kota kuliner, saya ama istri mencoba beberapa kuliner terkenal aseli Bandung semacam Batagor dan Siomay Bandung Kingsley, Nasi Timbel Ciliwung, namun waktu satu hari keliling kota Bandung untuk mencicipi kuliner tidaklah cukup. Seharusnya satu minggu di Bandung khusus mencicipi kuliner khas Bandung.

Batagor dan Siomay "Kingsley" Bandung          
Nasi Timbel Ciliwung


Rujak Duren

Perjalanan dilanjutkan ke sisi selatan Bandung, yaitu perjalanan ke Situ Patenggang dan Kawah Putih Bandung. Nuansa wisata alam lebih mewarnai wilayah ini. Perjalanan yang melelahkan namun "worth it". Perjalanan dari Bandung Kota ke sebelah selatan Bandung enak dilakukan dengan sepeda motor. Dengan begitu bau pegunungan dapat dirasakan. Perjalanan dilakukan melalui Soreang, kemudian ke Ciwidey. Setelah melewati Ciwidey, perjalanan dilanjutkan sampai memasuki wilayah Kawah Putih. Namun kami belum mampir ke Kawah Putih, namun ke Situ Patenggang dahulu melalui perkebunan teh yang indah dan mempesona. Di kanan kiri dapat kami lihat hamparan kebun teh dan perumahan pemetik teh. 

Perkebunan teh Rancabali, Bandung


Para petani sayuran menjual hasil bumi ke pasar Kecamatan

On the way to batu Cinta di Situ Patenggang
Sepulang dari Situ Patenggang, perjalanan dilanjutkan ke Kawah Putih. Perjalanan kali ini melewati medan berat, karena jalan menanjak sejak masuk gerbang sampai masuk ke bibir kawah. Kendaraan kami parkir di dekat kawah.
Jalan Masuk Wisata Kawah Putih, Ciwidey, Bandung

Kawah Putih nan eksotis
 Sepulang dari Kawah Putih, perut ini keroncongan dan kedinginan. Akhirnya mampir ke sebuah rumah makan Sunda di kaki gunung Pathua. Menunya sore itu (makan siang di sore hari), daging sapi gepuk, sambel leuncak, lalapan dan nasi sebakul berdua. HHHHmmmmmmm, Parahyangan bangeut gitu loh.

Makan siang menjelang sore di kaki gunung Patuha dengan daging gepuk, nasi bakul dan lalap. hhhhhmmmmmmm khas Sunda boooo'

Pagi harinya giliran Bandung Utara yang menjadi sasaran perjalanan kami. Lembang-Tangkuban Perahu-Lembang and back to Bandung Kota. Yeeeesssss, mantap neh jalan-jalan ke Lembang, berhenti sebentar kudapan ketan bakar dan bandrek-susu. Mak nyuuuus kata Bondan Winarno. Perjalanan dilanjutkan ke Tangkuban Perahu. Obyek wisata ini berada di wilayah Subang namun dianggap berada di wilayah Bandung.





Tangkuban Perahu yang melegenda



Capek keliling keliling Tangkuban Perahu, nikmatin sate kelinci ala Lembang....hhhhmmmmmmm. Lembang banget gitu looh

 

Saturday, November 26, 2011

Angkring : dari buaian sampai Bogor

Angkringan merupakan tempat kongkow yang paling asyik di Jogja. Meski angkringan ini muncul lebih duluan di Surakarta, namun dewasa ini lebih dikenal sebagai "milik orang Jogja". Di Surakarta, angkringan ini disebut sebagai wedangan dan di wilayah karesidenan Surakarta lainnya disebut sebagai warung "hik". 



Angkring "Pur" di wilayah Jogja Utara.


Format warungnya sederhana, namun banyak sekali pengunjungnya, terutama di malam hari ketika orang sedang mencari tempat kongkow. Di daerah Jogja, angkringan banyak dikunjungi oleh orang dari berbagai kalangan, mulai dari tukang becak sampai dengan pejabat. Angkringan sebelah utara Tugu, konon pernah menjadi tempat kongkow walikota Jogja. Lain angkringan utara setasiun Tugu, angkring Slamet yang terletak di wilayah dekat pasar ikan Umbulharjo lebih banyak didatangi oleh para pecinta budaya. Boleh dikatakan bahwa setiap angkringan di Jogja memiliki karakteristik khusus dan pelanggan setia sehingga boleh dikatakan angkringan ini merupakan bisnis yang menguntungkan apabila memiliki jaringan yang kuat.

Suguhan angkring Slamet di daerah Jogja Selatan, dekat pasar ikan Umbulharjo

Pak Slamet dengan angkringannya

Di beberapa kota di wilayah Jawa Barat, sudah mulai muncul angkringan Jogja. Beberapa angkringan tersebut membawa nama "Angkringan Jogja" maupun "warung Wedangan khas Solo". Berdasarkan wawancara dengan beberapa pedagang angkringan di Bogor, hampir semuanya mengatakan bahwa "penikmat" angkringan adalah orang-orang Jawa Tengah dan DIY yang sebelumnya memiliki pengalaman menikmati angkringan di daerah asalnya (terutama Jogja-Solo). Sehingga ada kemungkinan angkringan tidak lain dan tidak bukan adalah menjual suasana. Namun, beberapa angkringan di Bogor yang masakan dan minuman kurang enak daripada yang lain kehilangan konsumen. Ada sebuah angkringan yang teh hangatnya tidak dibuat dengan "teh dekhokan" atau teh seduhan dari teh tradisional, namun menggunakan teh celup. Rasa juga menjadi salah satu faktor yang menentukan selain suasana.

Angkringan "Mas Bro" di daerah Taman Yasmin Bogor

Tikar angkringan "Mas Bro"

Friday, October 21, 2011

Tiada yang berubah, sama saja....


Alhamdulillah, setelah kurang kebih satu bulan jalan-jalan ke beberapa kota/kabupaten “tapal batas” alias pelosok negeri, akhirnya aku bisa minum kopi Sidikalang Aceh yang terkenal maknyus itu. Dalam kondisi nyantai setelah jalan-jalan, biasanya kita mendapatkan ide-ide dan hikmah-hikmah yang bermanfaat. Paling tidak kebermanfaatan itu akan berguna bagi diri kita dalam menjalani kehidupan ini.

Secara spiritual, aku seakan-akan mendengarkan suara alam, “Allah menciptakan bumi ini sesuai dengan kadarnya, dan Allah memberi rejeki juga dengan kadarnya sendiri-sendiri”. Ia memberikan kaum/bangsa tertentu dengan sebuah anugrah, namun juga memberikan anugrah dalam bentuk lain kepada kaum/bangsa lainnya. Allah memberikan anugrah kepada negeri-negeri di wilayah Indonesia dengan kekayaan alam yang berlimpah lengkap dengan iklim yang cocok untuk bertani dan berkebun, kandungan mineral serta kekayaan plasma nutfah yang beragam.  Begitupun Allah menganugrahi sebagian wilayah Timur Tengah dengan kekayaan kandungan minyak bumi yang tinggi. Pun, Allah menganugerahi beberapa wilayah eks-Uni Soviyet dengan kandungan uranium yang tinggi. Allah meninggikan suatu kaum dibandingkan kaum yang lain dari satu sisi, namun juga memberikan jalan keluar bagi yang lain. Namun, diatas semua itu, kesemuanya diatur oleh Allah dalam ketentuan-ketentuannya dan manusia diberi mandat untuk mengelola kekayaan-kekayaan alam dengan kapasitas yang sudah diberikan kepada manusia.

Replika kapal VOC. Hasil dari eksplorasi samudra yang kelak kemudian hari digunakan sebagai sarana eksploitasi kekayaan Nusantara dengan segala cara (termasuk memecah belah...salahnya ya bangsa kita mau dipecah belah)

Berdasarkan sejarah, kekayaan-kekayaan alam yang langka dan memberikan nilai tambah yang tinggi menjadi sumber dari pertikaian dan penjajahan. Indonesia beserta negeri-negeri tropis pada era imperialisme tradisional Barat menjadi sasaran penjajahan dan perebutan kekuasaan untuk menguasai sumber-sumber bagi kehidupan manusia. Komoditas-komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan Indonesia sangat dibutuhkan oleh negeri-negeri yang kurang beruntung. Bangsa Eropa yang belum lama terlepas dari era kegelapan (the dark age) dan terinspirasi oleh kemajuan bangsa-bangsa Timur Tengah di awal 1500-an dalam hal science dan technology akhirnya berlomba-lomba untuk mengarungi lautan untuk mendapatkan sumber komoditas-komoditas yang sangat mereka perlukan. Akhirnya merekapun berhasil menguasai ilmu perkapalan dan maritim, sehingga pada akhirnya bisa mencapai sumber-sumber komoditas. Karena vitalnya komoditas-komoditas tersebut bagi kehidupan mereka, akhirnya mereka melakukan berbagai cara untuk menguasai. Mereka melakukan divide et empera, hanya untuk suatu tujuan, yaitu menguasai sumber-sumber komoditas. 

Minyak bumi. Dengan segala cara, perebutan sumber minyak bumi dilakukan

Di era sekarang, negara-negara juga memperebutkan sumber-sumber kekayaan alam yang dianggap vital. Sumber-sumber alam semisal minyak bumi menjadi sumber pertikaian. Negara-negara maju menggunakan segala cara agar dapat menguasai minyak bumi tersebut. Hal ini disebabkan karena vitalnya minyak bumi bagi berderitnya roda industri dan ekonomi. Dapat kita katakan, bahwa pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam menjadi sumber pertikaian dan perbedaan. Pengelolaan yang amanah dengan meninggalkan ego telah ditinggalkan karena nafsu angkara murka sebagai panglima. Singkatnya, pengelolaan sumber daya alam dalam sejarah manusia telah mengakibatkan berbagai ketimpangan. Dalam tingkat yang ekstrim, dapat kita lihat pada contoh ekstrim di atas. Dalam tingkat yang lebih rendah barangkali dapat kita lihat pada pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki masing-masing daerah di Indonesia.

Saturday, October 1, 2011

Subulussalam : tapal batas Nangroe Aceh Darusalam

Subulussalam adalah sebuah kota kecil di perbatasan Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Kota ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2007. 


Lambang kota Subulussalam
Jalan utama kota


Perjalanan

Kegiatan ekonomi rakyat






Peningkatan nilai tambah hasil perkebunan





Kuliner 









Kopi Atjeh