Thursday, August 6, 2009

Dunia Pesan Trend : dunia digital dan e-commerce pedesaan

E-commerce, sebuah istilah yang barangkali asing bagi telinga nenekku dua puluh tahun silam. Beliau barangkali ngga akan ngeh apabila mendengar istilah e-commerce. Betapa tidak, dua puluh tahun silam, aku sering menemani nenekku yang sangat sederhana jualan salak pondoh di pasar Turi. Kecamatan di lereng gunung Merapi yang tergolong subur itu terkenal dengan produk salah pondoh-nya. Suatu produk yang sekarang ini sudah mulai banyak ditanam di tempat lain, bahkan konon katanya, hasil perkawinan silang dari tanaman ini sudah ada yang mematenkan di Jerman. Internet dan E-Commerce, suatu fenomena yang barangkali sudah tidak asing lagi saat ini, namun suatu fenomena yang heboh apabila dikatakan dua puluh tahun silam.



Dua puluh tahun lalu, nenekku menggendong tenggok, membawa salak pondoh dari rumahnya yang berjarak kurang lebih 2 kilometer dari rumahnya. Sore hari sebelumnya, kakek memanen buah salak yang sudah matang dan dibawa pulang untuk dijual nenek ke pasar pagi harinya. Suasana pasar sedemikian ramai. Ada yang berjualan mainan anak-anak, makanan, perkakas dan peralatan, serta berbagai kebutuhan pedesaan sehari-hari. Aku seneng sekali ketika pulang, nenek membelikanku jajanan pasar. Suasana ini berlangsung seminggu dua kali, yaitu pada pasaran Pon dan Legi. Di pedesaan, hari pasaran sudah terjadwal sebagai sebuah konsensus di masyarakat, biasanya dua hari pasaran dari lima pasaran yang ada (Paing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi). Demikianlah ritme sederhana kehidupan pedesaan, dengan suatu siklus yang dapat diperkirakan. Ritme kehidupan sangat dipengaruhi oleh alam dan manusia menyesuaikan dengan kondisi alam. Konvensi-konvensi kehidupan di masyarakat-pun disesuaikan dengan kondisi alamnya. Denyut nadi perekonomian berpusat pada keberadaan pasar yang menjadi pertemuan supply and demand. Keberadaan pasar sangat dipengaruhi siklus ruang-waktu dimana petani menanam, memelihara, memanen, dan menjual produk sebagai sarana untuk hidup. Pasar tradisional telah menjadi urat nadi perekonomian pedesaan di kala itu. Mereka yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan pada waktu itu sekalipun akan heran apabila diberitahukan fenomena e-commerce. Dengan e-commerce, pasar menjadi sedemikian virtual sehingga pembeli dan penjual tidak berada di tempat yang sama secara physical.



Bagaimana dengan pedesaan dan e-commerce sekarang ini ? Di India dan Bangladesh, telah dilaksanakan desa digital untuk membawa internet memenrangi kemiskinan di negaranya. Desa digital merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan dan penyejahteraan masyarakat pedesaan di kedua negara tersebut (Sumber : http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0409/16/telkom/1271917.htm).



Bagaimana dengan di Indoenesia ? Jumlah penduduk pedesaan di Indonesia yang besar mestinya merupakan pasar yang harus digarap sekaligus menyejahterakan kehidupan mereka. Karena tak mampu memasarkan hasil pertanian, petani tidak mendapatkan hasil optimal. Atau dalam proses penanaman benih-benih tanaman, karena kekurangtahuannya, ketika panen petani mendapat hasil yang tidak sesuai dengan permintaan pasar.



Demikian pula nelayan yang memerlukan informasi cuaca akurat untuk mendapatkan hasil melaut yang optimal, walaupun mereka mempunyai cara-cara tradisi untuk mengetahui cuaca. Pada era polusi tinggi semacam ini, ramalan cuaca dengan cara tradisi makin kurang akurat. Belum lagi kaum perajin yang memerlukan informasi tentang tuntutan pasar.

Dengan model bisnis yang tepat dua tujuan bisa dicapai, yaitu mengentaskan kemiskinan sambil memperoleh profit yang memadai. Dan, model ini sudah berjalan di negara lain, seperti di India atau Bangladesh. Aplikasi yang ditawarkan ke masyarakat pedesaan bisa bermacam-macam (http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0409/16/telkom/1271917.htm), seperti:



1. Pencarian informasi lewat browsing, misalnya data harga-harga benih tanaman, harga-harga pasar hasil pertanian, pupuk, ramalan cuaca, dan lain-lain.



2. Korespondensi melalui e-mail atau chat untuk keluarga tenaga kerja Indonesia, termasuk pengiriman pesan lewat internet



3. E-commerce untuk pertanian, perikanan, hasil kerajinan, dan berbagai produksi masyarakat pedesaan.



4. Program peningkatan kesehatan, pendidikan atau perbankan dalam bentuk "jarak jauh"/distance, dan lain-lain.



Saat ini, internet di pedesaan dipandang sebagai sesuatu hal yang mendatangkan kemudharatan, yaitu pornografi, gaya hidup kebarat-baratan, dan pola hidup konsumerisme. Hal ini barangkali disebabkan karena dunia maya merupakan dunia yang tak terbatas. Informasi yang diserap masyarakat pedesaan hanya yang bersifat negatif, hedonistik, dan seabreg label "kurang mengenakkan".


Pengembangan e-commerce di pedesaan yang bisa meningkatkan kesejahteraan di krisis ekonomi dan kehidupan yang serba susah ini, barangkali bisa merubah pandangan itu. Ibarat sebuah pepatah, "If you can't fight 'em, join 'em", kalau memang internet sudah mulai masuk pedesaan, daripada ditentang mendingan dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna. Namun demikian, dampak sosial serta pola kehidupan yang berubah dari pemanfaatan teknologi informasi terhadap indigenous knowledge dan local wisdom yang telah mengakar beserta interaksinya dengan dunia luar perlu dikaji secara kontinyu karena perubahan yang sedemikian cepat akan memberikan titik-titik balik yang sedemikian cepat pula pada masyarakat.

No comments:

Post a Comment